Senin (9/7) saya dan Harry sengaja korupsi waktu KP dan meluncur ke Braga. Duduk tenang dalam kursi bioskop menikmati aliran adegan film MASMIA (Maaf Saya Menghamili Istri Anda). Lepas dari kehadiran beberapa adegan yang tidak penting, duit tiket sepuluh ribu tidak pernah saya sesali. Filmnya kocak koq. Tidak usah berkomentar :)

Cerita tentang Orang Batak di film ini mengingatkan saya akan Sumatra, tepatnya Balige, kota kecil tempat saya dibesarkan. Keluarga saya adalah Pujakesuma (Putra Jawa Kelahiran Sumatra). Selain karena asal usul keluarga yang tidak jelas (ada beberapa versi darimana buyut saya berasal), saya pun jadi merasa seperti orang Batak beneran.


Ada beberapa fakta menarik tentang Balige:

  1. Tidak ada pengemis. Tidak ada pengamen. Mungkin sekarang ada, mungkin juga tidak. Yang jelas, saat saya meninggalkan Balige untuk kuliah beberapa tahun lalu, tidak ada pengemis disana. Pantang menengadahkan tangan selama masih bisa bangun.
  2. Jarang sekali orang yang mau jadi pembantu rumah tangga (PRT). Kalau tidak ada sawah/ ladang, lebih baik merantau kesana kemari. Jadi kenek bis, sopir bis, kepala preman, dan hidup susah. Ego orang Batak memang tinggi. (See? Jadi pembantu aja nggak mau, gimana mau jadi pengemis?)
  3. “Anakhon i do hamoraon di au”. Anakku adalah kekayaanku. Begitulah falsafahnya orang Batak dalam menyekolahkan anak. Biar saja orangtua hidup susah, makan ikan asin setiap hari, berpanas-panas di sawah dan ladang, asal anak bisa sekolah sampai jenjang tertinggi. Balige adalah ranah Batak. Disini, tidak jarang saya menemui rumah-rumah papan hanya dengan tikar plastik/bambu, dipan kayu, sandang seadanya, pangan apalagi. Dan di dinding, foto-foto wisuda sarjana putra-putri mereka.
  4. Masih ada lagi : Marga dalam silsilah Batak semakin merekatkan mereka, dimana pun mereka berada.
  5. Tidak semua yang kamu baca ‘masih’ benar :)